
Strategi dakwah Walisongo masih relevan dijadikan rujukan dalam membangun komunikasi dakwah yang efektif dan jitu. Penerapan metode dakwah yang lentur atau baik dengan pendekatan budaya atau akulturasi dilakukan dengan baik sehingga dapat diterima baik oleh masyarakat Jawa, sehingga walisongo tidak dianggap sebagai ancaman di Pulau Jawa. Karena itu, perlu terus dilakukan penelusuran sejarah yang mampu mengungkap nilai-nilai yang dijalankan oleh Walisongo. Dengan ingatan sejarah seperti yang diungkap dalam historiografi Islam di Cirebon, gerakan sosial NU maupun studi atas suatu masyarakat muslim, serta mengungkap naskah-naskah peninggalannya, akan ditemukan mozaik yang kokoh dalam membangun keberislaman di Nusantara. Keberadaan pondok pesantren sebagai pondasi utama peradaban akan menjadi jangkar dalam memetakan moderasi keberagamaan yang sejak awal ditanamkan oleh Walisongo. Hal ini terlihat jelas bagaimana NU mampu menempatkan isu gender dan pemberdayaan perempuan tanpa mencerabut akar tradisinya. Dengan kokohnya nilai-nilai tersebut, masyarakat Indonesia tidak gagap dalam menyikapi modernitas seperti yang ditunjukkan dalam naskah Sy'ir Mitra Sejati dan Tafsir al Munir. Atas dasar inilah, pluralitas agama dan perubahan geopolitik geostrategis China di Asia Pasifik akan dapat disikapi dengan bijak dan tepat oleh masyarakat Indonesia.