• Dakwah Digital, Moderasi Beragama dan Kajian Ulama Nusantara
    Vol 12 No 01 (2024)

    Dalam dakwah digital dibutuhkan kepiawaian dai terutama keterlibatan pemuda dalam penyebaran dakwah Islam terutama untuk penguatan moderasi beragama. Dakwah digital dapat dijadikan media untuk mengabarkan berbagai pengalaman moderasi beragama yang telah mengakar di Indonesia, seperti sejarah moderasi beragama di wilayah Sulawesi Selatan. Hubungan harmonis antara suku Toraja, Bugis, dan suku lainnya telah terjalin dan terpelihara selama berabad-abad. Sejarah daerah Sulawesi Selatan menunjukkan tradisi moderasi beragama yang diwariskan secara turun temurun. Keberagaman agama dan budaya di wilayah tersebut telah membentuk identitas sosial yang unik dan saling melengkapi, meskipun ada kenangan sejarah kelam yang ada di antara mereka. Tradisi dan budaya moderasi beragama berperan dalam menciptakan lingkungan sosial yang menghargai perbedaan dan memfasilitasi dialog antaragama.  Mempelajari pengalaman moderasi beragama mencontoh pendekatan historis dan analitis terhadap hadis yang telah dipelajari dan diajarkan dari masa penyebaran Islam di Nusantara hingga era digital saat ini. Kontribusi ulama dalam mengembangkan kajian hadis, serta adaptasi metodologi mereka terhadap konteks sosial dan budaya yang berubah. Begitupun mendedah kita karya ulama Nusantara sangat penting dalam menemukan strategi para ulama dalam mengokohkan mederasi beragama. Konsep muroqobah dalam "Fathul Arifin" karya Syeikh Ahmad Khatib Sambas dapat dieksplorasi potensi implementasinya dalam konteks kehidupan spiritual saat ini. Kitab tersebut merupakan panduan penting bagi praktisi tarekat Qadariyyah wa Naqsabandiyyah untuk, membuka pintu bagi refleksi mendalam tentang integrasi spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Konsep muroqobah tidak hanya relevan secara keagamaan, tetapi juga mengundang untuk merenungkan tanggung jawab dan makna dalam kehidupan.

    Selain itu, mengambil hikmah dari gerakan Protes Kiai di Jawa Timur pada akhir abad XIX dan awal abad XX terhadap kolonialisme Belanda, menandai peran sosok kiai sebagai tokoh agama dan intelektual di pesantren mempunyai pengaruh sosial yang signifikan dalam masyarakat Jawa Timur. Karena itu, peran kiai sangat dibutuhkan dalam penguatan moderasi beragama di era digital saat ini terutama dalam mengorgansir suatu unit kelembagaan seperti pesantren hingga ormas yang besar.

  • Strategi Dakwah, Gerakan Sosial dan Moderasi Beragama
    Vol 11 No 03 (2023)

    Strategi dakwah Walisongo masih relevan dijadikan rujukan dalam membangun komunikasi dakwah yang efektif dan jitu. Penerapan metode dakwah yang lentur atau baik dengan pendekatan budaya atau akulturasi dilakukan dengan baik sehingga dapat diterima baik oleh masyarakat Jawa, sehingga walisongo tidak dianggap sebagai ancaman di Pulau Jawa. Karena itu, perlu terus dilakukan penelusuran sejarah yang mampu mengungkap nilai-nilai yang dijalankan oleh Walisongo. Dengan ingatan sejarah seperti yang diungkap dalam historiografi Islam di Cirebon, gerakan sosial NU maupun studi atas suatu masyarakat muslim, serta mengungkap naskah-naskah peninggalannya, akan ditemukan mozaik yang kokoh dalam membangun keberislaman di Nusantara. Keberadaan pondok pesantren sebagai pondasi utama peradaban akan menjadi jangkar dalam memetakan moderasi keberagamaan yang sejak awal ditanamkan oleh Walisongo. Hal ini terlihat jelas bagaimana NU mampu menempatkan isu gender dan pemberdayaan perempuan tanpa mencerabut akar tradisinya. Dengan kokohnya nilai-nilai tersebut, masyarakat Indonesia tidak gagap dalam menyikapi modernitas seperti yang ditunjukkan dalam naskah Sy'ir Mitra Sejati dan Tafsir al Munir. Atas dasar inilah, pluralitas agama dan perubahan geopolitik geostrategis China di Asia Pasifik akan dapat disikapi dengan  bijak dan tepat oleh masyarakat Indonesia.    

  • Islam di Indonesia, Berkebudayaan dan Kedaulatan Negara
    Vol 10 No 02 (2023)

     

    Konflik keberislaman di Indonesia ternyata penting dikaji secara historis, tertutama peran Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda. Kritik atas perannya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terutama penyelenggaraan haji di Nusantara penting diungkap. Hal ini karena, keberagamaan Islam bangsa Indonesia, beberapa kali terkoyak oleh aksi radikalisme yang tak bertanggung jawab. Aksi ini terus terjadi. Kedaulatan negara, rasa kebangsaan dan semangat ke-Islaman terus diuji, termasuk NU sebagai ormas yang menganut Islam Rahmatan Lil Aalamiin. Melihat dampak gerakan radikal sangat memprihatinkan ini, Nahdlatul Ulama lahirkan Islam Nusantara. Dalam kenyataannya, Islam Nusantara ini mampu berkontribusi bagi Indonesia. Persoalan radikalisme dan terorisme terus mendapatkan perhatian banyak pihak di dunia, termasuk Indonesia karena menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit bagi kehidupan manusia. Upaya deradikalisasi pun terus dilakukan, terutama di rumah tahanan. Para Napiter dan mantan Napiter ternyata masih ada yang terlibat terorisme sehingga keefektifan program deradikalisasi yang dijalankan BNPT dan stakeholder lainnya dipertanyakan. Tulisan tentang proses deradikalisasi Napiter di Rutan Cikeas menarik untuk diulas apalagi di tempat ini merupakan Super Maximum Security, tempat awal pelaksanaan pembinaan (program deradikalisasi) terhadap pelaku tindak terorisme.  Di sisi lain ormas seperti NU, juga terus melakukan gerakan kultural /kebudayaan santri atau masyarakat pecinta budaya lainnya, melalui Lesbumi. Perkembangan Lesbumi tidak bisa dilepaskan dari benturan arus kebudayaan Indonesia. Medan budaya juga digunakan sebagai sarana penyebaran ilmu pengetahuan serta sosialisasi suatu gagasan ke publik. Selain itu, keamanan maritim juga tidak kalah penting menjadi prioritas kedaulatan negara. Manuver Singapura dalam mempertahankan posisi keamanan maritimnya bergesekan dengan negara-negara disekitarnya, termasuk Indonesia, sehingga merugikan Indonesia. Kedaulatan negara juga harus dilakukan dengan soft power dengan pemberdayaan masyarakat Indonesia terutama bagi warga Papua. Karena itu, Otonomi khusus (Otsus) menyediakan program afirmasi bagi putra-putri asli Papua salah satunya dalam bentuk beasiswa Siswa Unggul Papua (SUP) khususnya pada level pendidikan tinggi. Namun, terdapat implementation gap  yang perlu diungkap agar pengelolaan beasiswa Otsus dapat berjalan dengan baik, transparan, akuntabel serta dapat melahirkan SDM Papua yang unggul dan berkualitas.

  • Menyusuri Turats Ulama Nusantara, Memperkokoh Moderasi Islam
    Vol 9 No 01 (2023)

    Sabagai agama yang moderat (washatan), memahami turaths / kitab kuning bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai moderasi islam. Pemilihan kitab yang dikaji pun akan memberikan efek kepada signifikannya pemahaman akan nilai-nilai islam moderat kepada santri. Jejak peradaban profetik Nabi Muhammad Saw perlu dipahami dalam konteksnya agar tetap relevan diterapkan. Peradaban profetik kenabian berjalan dengan proses yang panjang menuju masyarakat ideal yang sejahtera, aman terlindungi, dan persaudaaran yang kuat dengan sebutan masyarakat Madani.  Dalam khazanah keislaman di nusantara, sebenarnya telah banyak ulama-ulama Nusantara menorehkan karya berupa turats yang luar biasa, diantaranya kitab  al-Hujjah al-Qothi’yyah, kitab Misbāhu al-Dzulām dan lain sebagainya. Tidak hanya dalam bidang Fiqh, namun para ulama juga membahas hadits untuk memudahkan umat Islam mengimplementasikan sunnah nabi di bumi Nusantara. Karenanya, dalam tinjauan hadits, maqashid al-syariah menjadi parameter utama dalam pemahaman hadits, seperti penjelasan hadist tentang talak dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karangan Imam Nawawi.  Dalam mengkaji hadis juga perlu melakukan pemilahan agar tidak terpapar hadis-hadis palsu yang marak tersebar di media sosial. Penyebaran hadis palsu telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan, terutama di era digital saat ini. Selain Hadis, penting juga menyusuri karya tafsir yang cukup banyak coraknya, salah satunya corak adaby Ijtima'i yang menjadi ciri khas dalam kitab Tafsir al-Munir karya Daud Ismail.

  • Pesantren, Manuskrip dan Jejak Ulama Nusantara
    Vol 8 No 02 (2022)

    Jejak ulama Nusantara dapat ditelusuri melalui warisan yang ditinggalkan. Warisan tersebut masih belum banyak dikaji dan diangkat ke permukaan, baik yang masih tersembunyi maupun sudah terlihat dengan jelas. Salah satu warisan tersebut adalan pesantren yang ditinggalkan, dan manuskrip yang masih tersimpan. Dari warisan-warisan tersebut, karakter dan corak pemikrian seorang ulama dapat diungkap dan dijadikan pelajaran, termasuk bagaimana pandangannya terhadap kelestarian lingkungan, kesetaraan gender, corak tafsir dan bahkan terhadap pernikahan dini. Dengan berbekal warisan tersebut lah, karakter Islam Nusantara makin dapat dikenali dengam baik.  

  • Memperbaharui dan Menarasikan Kembali Pemaknaan Sejarah Islam di Nusantara
    Vol 7 No 01 (2022)

    Sejarah lokal memiliki beberapa fungsi kaitannya dengan sejarah nasional. Sejarah lokal memberikan energi berlebih yang dapat mempekaya sejarah nasional serta dapat mengkoreksi perspektif dan kesimpulan sebelumnya. Sejarah lokal dapat menjadi wajah dinamika dari penulisan sejarah itu sendiri. Dalam menjelajah khazanah Islam di Nusantara, merangkai sejarah lokal serta menarasikan ulang akan menemukan pemaknaan-pemaknaan baru. Wacana kesejarahan Cirebon misalnya, belum seluruhnya terungkap. Dengan adanya pemakanaan terhadap dokumen-dokumen Belanda berjenis Koloniaal Verslag 1870 – 1880, perlawanan rakyat Cirebon makin terang terbaca. Begitupun di Palembang, pada masa Kesultanan Mahmud Badaruddin II, pengelolaan administrasi birokrasi Kesultanan Palembang Darussalam makin terang dengan petunjuk sumber data primer yang ditulis oleh P. DE ROO DE FAILLE berjudul Dari Zaman Kesultanan Palembang. Sejarah NU juga tidak dapat dipisahkan dari kebijakan Politik Islam di Hindia Belanda. Dengan mengungkap sejumlah aktivitas NU yang direkam oleh surat kabar pada masa kolonial, beberapa berita yang ditemukan cukup unik, karena meliput aktivitas NU sampai di tingkat daerah, seperti di Kediri dan Semarang, terutama antara 1925 hingga 1942, yakni masalah Kongres Al-Islam, ritual keagamaan dan respon atas kebijakan sekolah liar. Meski demikian, kondisi sosial dan analisa semiotika saat ini juga perlu dipaparkan, agar penerimaan dan hukum seleksi sejarah juga berbicara. Dengan mengungkap sejarah berdirinya Pondok Pesantren LDII Millenium Alfiena dari tahun 1996-2021, perubahan arah Pesantren pada tahun 1998 telah memunculkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah untuk memberikan izin pendirian. Sehingga Pondok Pesantren LDII Millenium Alfiena dapat berkembang dan memperoleh legitimasi sosial dengan pujian yang baik.  Sedangkan analisis semiotika pada syair pupujian sunda eling-eling umat” bagi  orang sunda menunjukkan bahwa ajaran aswaja yang diserap oleh pertumbuhan islam di nusantara masih tetap mewarnai umat Islam di Indonesia, terutama di daerah sunda, dalam mempertahankan ajaran keislaman yang mereka percayai dalam menyebarkan syiar melalui kebudayaan. Juga, ajaran tarekat Naqsyabandi Haqqani yang tetap eksis di Jakarta dan sekitarnya, bahkan tarekat ini berkembang di seluruh dunia.

  • Narasi Islam Nusantara, Peta Dakwah dan Poskolonialisme
    Vol 6 No 02 (2021)

    Munculnya Islam Nusantara menjadi narasi baru bagi kajian keislaman yang selama ini hanya dijadikan obyek riset para orientalisme. Berbagai penelitian dan pemikiran para cendekiawan pun selama ini merujuk temuan-temuan atau pandanhan-pandangan yang dilontarkan oleh para orientalisme. Narasi Islam Nusantara menjadi wacana yang penting bagi pendekatan poskolonilasime yang ingin melihat keberislaman di Nusantara dengan kaca mata sendiri, perspektif yang lebih jernih dan tidak menurut liyan. Dengan menjadi subyek, kajian-kajian keislaman di Nusantara akan menemukan hikmah dan peta dakwah yang lebih positif dalam memaknai berbagai ekspresi keislaman yang ditampilkan.

  • Aswaja, Kontekstualitas dan Spiritualitas Tradisi Islam Nusantara
    Vol 5 No 01 (2021)

    Dalam sejarahnya, Islam begitu mewarnai sendi-sendi kehidupan –budaya, adat, tradisi- masyarakat Nusantara. Pun sebaliknya. Terjadi dialektika diantara keduanya sehingga membentuk karakter Islam yang khas Nusantara. Aswaja sebagai basis pemahaman keagamaan telah mengakar dalam keberislaman sejak awal masuknya Islam di Nusantara. Jalur Aswaja telah ditempuh para ulama dalam mendapatkan hukum yang tepat di Nusantara ini sekaligus starategi berdakwah dan berkomunikasi dengan masyarakat nusantara yang beraneka ragam. Selain itu, aswaja juga membangun sekaligus melestarikan tradisi-tradisi dalam ranah rasionalitas dan spiritualitas yang termanifestasi dalam suatu tradisi seni seperti di Aceh maupun direkam dalam sebuah kitab ulama nusantara.


  • Islam Nusantara Dan Ulama Perempuan
    Vol 4 No 02 (2020)

    Berbagai Kajian untuk menggali khazanah Islam Nusantara makin bervariasi. Edisi kali ini selain mendedah jejaring ulama Nusantara, juga merambah kajian pendidikan di masa pandemi hingga ulama perempuan yang perannya bertaraf internasional. Kajian ensiklopedi kitab tafsir juga menjadi tidak kalah menariknya hingga pembahasan qiraah sab'ah dan mushaf republik Indonesia. Kajian tarekat dan tradisi budaya melengkapi begitu variannya khasanah islam di Nusantara.

  • ISLAM NUSANTARA CIVILIZATION
    Vol 1 No 01 (2018)

    Menggali dan Melestarikan Khazanah Keilmuan Ulama Nusantara