Efektivitas Strategi Deradikalisasi Pada Narapidana Terorisme Di Rutan Cikeas
Abstract
The issue of radicalism and terrorism continues to get the attention of many parties around the world, including Indonesia causes damage to human life. For this reason, deradicalization efforts are urgent. However, the role of terrorism prisoners (Napiter) and former Napiter behind terrorism events that occurred in Indonesia raises questions about the effectiveness of deradicalization programs. This study aims to analyze the effectiveness of the deradicalization strategy in Napiter at Cikeas Detention Center implemented by Idensos Densus 88 AT and DeBintal Foundation, who are currently carrying out deradicalization program development activities at Super Maximum Security Detention Center specifically intended for terrorism suspects and become the initial place for the implementation of deradicalization programs against perpetrators of terrorism acts. This research was conducted using descriptive qualitative methods which are based on deradicalization and disengagement theories as well as the concept of deradicalization effectiveness indicators from Rabasa et al (2010). From this research, it is known that the deradicalization strategy carried out by Idensos Densus 88 AT and the DeBintal Foundation has a relatively acceptable level of acceptance by prisoners perpetrating terrorism acts in Cikeas Detention Center. This is because every prisoner in Cikeas detention center is "obligated" to follow a deradicalization program with a humanistic approach. However, the problem of synergy of coordination with other stakeholders, inhumane treatments, the lack of quantity and quality of human resources of officers, and limited infrastructure (detention centers) still provide obstacles in implementing the deradicalization strategy in Cikeas Detention Center to run effectively.
Persoalan radikalisme dan terorisme terus mendapatkan perhatian banyak pihak di dunia, termasuk Indonesia karena menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit bagi kehidupan manusia. Untuk itu, upaya deradikalisasi guna menanggulangi persoalan terorisme menjadi mendesak. Akan tetapi, adanya peran Napiter dan mantan Napiter dibalik peristiwa terorisme yang terjadi di Indonesia menimbulkan pertanyaan keefektivan program deradikalisasi yang dijalankan BNPT dan stakeholder lainnya. Penelitian ini bertujuan menganalisa efektivitas strategi deradikalisasi pada Napiter di Rutan Cikeas yang dilaksanakan oleh Idensos Densus 88 AT dan Yayasan DeBintal, dua pihak yang saat ini menjalankan kegiatan pembinaan program deradikalisasi di Rutan Super Maximum Security khusus diperuntukan bagi para tersangka tindak pidana terorisme dan menjadi tempat awal pelaksanaan pembinaan (program deradikalisasi) terhadap pelaku tindak terorisme. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui wawancara terstruktur, observasi, dan studi literatur, yang didasarkan pada teori deradikalisasi dan disengagement serta konsep indikator efektivitas deradikalisasi dari Rabasa dkk (2010). Dari penelitian ini diketahui bahwa strategi deradikalisasi yang dilakukan oleh Idensos Densus 88 AT dan Yayasan DeBintal memiliki tingkat penerimaan yang relatif dapat diterima oleh tahanan pelaku tindak terorisme di Rutan Cikeas. Hal ini karena setiap tahanan di Rutan Cikeas “wajib” mengikuti program deradikalisasi dengan dilakukan pendekatan humanistik. Namun demikian, masalah sinergitas koordinasi dengan stakeholder lainnya, perlakuan tidak manusiawi, minimnya kuantitas dan kualitas SDM petugas, dan keterbatasan prasarana (tempat tahanan) masih memberikan hambatan dalam pelaksanaan strategi deradikalisasi di Rutan Cikeas agar berjalan efektif.