Konflik keberislaman di Indonesia ternyata penting dikaji secara historis, tertutama peran Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda. Kritik atas perannya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terutama penyelenggaraan haji di Nusantara penting diungkap. Hal ini karena, keberagamaan Islam bangsa Indonesia, beberapa kali terkoyak oleh aksi radikalisme yang tak bertanggung jawab. Aksi ini terus terjadi. Kedaulatan negara, rasa kebangsaan dan semangat ke-Islaman terus diuji, termasuk NU sebagai ormas yang menganut Islam Rahmatan Lil Aalamiin. Melihat dampak gerakan radikal sangat memprihatinkan ini, Nahdlatul Ulama lahirkan Islam Nusantara. Dalam kenyataannya, Islam Nusantara ini mampu berkontribusi bagi Indonesia. Persoalan radikalisme dan terorisme terus mendapatkan perhatian banyak pihak di dunia, termasuk Indonesia karena menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit bagi kehidupan manusia. Upaya deradikalisasi pun terus dilakukan, terutama di rumah tahanan. Para Napiter dan mantan Napiter ternyata masih ada yang terlibat terorisme sehingga keefektifan program deradikalisasi yang dijalankan BNPT dan stakeholder lainnya dipertanyakan. Tulisan tentang proses deradikalisasi Napiter di Rutan Cikeas menarik untuk diulas apalagi di tempat ini merupakan Super Maximum Security, tempat awal pelaksanaan pembinaan (program deradikalisasi) terhadap pelaku tindak terorisme. Di sisi lain ormas seperti NU, juga terus melakukan gerakan kultural /kebudayaan santri atau masyarakat pecinta budaya lainnya, melalui Lesbumi. Perkembangan Lesbumi tidak bisa dilepaskan dari benturan arus kebudayaan Indonesia. Medan budaya juga digunakan sebagai sarana penyebaran ilmu pengetahuan serta sosialisasi suatu gagasan ke publik. Selain itu, keamanan maritim juga tidak kalah penting menjadi prioritas kedaulatan negara. Manuver Singapura dalam mempertahankan posisi keamanan maritimnya bergesekan dengan negara-negara disekitarnya, termasuk Indonesia, sehingga merugikan Indonesia. Kedaulatan negara juga harus dilakukan dengan soft power dengan pemberdayaan masyarakat Indonesia terutama bagi warga Papua. Karena itu, Otonomi khusus (Otsus) menyediakan program afirmasi bagi putra-putri asli Papua salah satunya dalam bentuk beasiswa Siswa Unggul Papua (SUP) khususnya pada level pendidikan tinggi. Namun, terdapat implementation gap yang perlu diungkap agar pengelolaan beasiswa Otsus dapat berjalan dengan baik, transparan, akuntabel serta dapat melahirkan SDM Papua yang unggul dan berkualitas.